banner 728x250

Ramalan BNI AM Soal Kinerja Saham & Obligasi RI Semester II/2025

banner 120x600
banner 468x60


liputansaya.com

, JAKARTA — BNI Asset Management menilai kinerja pasar saham dan obligasi Indonesia memiliki peluang berkilau pada paruh kedua tahun ini atau semester II/2025. Namun, sejumlah tantangan masih menjadi ganjalan.

CIO BNI Asset Management Farash Farich mengatakan pada akhir semester I/2025, pasar saham Indonesia telah kembali menguat setelah tekanan jual investor asing pada awal tahun. Penguatan terjadi didorong oleh meredanya tensi perang dagang AS-China yang dikhawatirkan akan melemahkan perekonomian seluruh dunia.

banner 325x300

Kondisi redanya tensi perang dagang membuat investor asing berbalik badan risk off per Mei 2025 dan Juni 2025 untuk kemudian berinvestasi kembali di pasar saham, termasuk pasar saham Indonesia.

Adapun, pada paruh kedua 2025, pasar saham Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan dorongan untuk berkilau.

“Peluang di semester II/2025, pasar saham akan fokus kepada perkembangan global di tensi perang dagang AS dengan negara rekan dagangnya yang diekspektasikan akan lebih mereda dan jelas dengan keputusannya,” kata Farash dalam jawaban tertulis pada Jumat (20/6/2025).

Kemudian, pasar saham Indonesia pun akan mendapatkan dorongan dari kebijakan pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi selanjutnya. Pemerintah telah memberikan berbagai kebijakan per Juni dan Juli 2025.

Salah satu kebijakan misalnya subsidi biaya transportasi kereta, pesawat ekonomi, dan kapal feri sebesar 6% pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 50% diskon. Selain itu, adanya diskon untuk tol sebesar 20% pada periode liburan.

Terdapat pula kebijakan bantuan dana sosial sampai Rp200.000 dan distribusi 10 kilogram beras per bulan untuk populasi dengan kategori pendapatan rendah.

Lalu, program subsidi gaji dengan pemberian kas sebesar Rp300.000 untuk pekerja dengan upah minimum regional dan Rp565.000 untuk guru honorer. Terdapat pula diskon premi jaminan kecelakaan kerja sebesar 50% untuk sektor yang memiliki banyak buruh.

“Kebijakan pemerintah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia di tengah tantangan pelemahan ekonomi saat ini dimulai di semester kedua 2025,” kata Farash.

Selain itu, peluang pasar saham di Indonesia ditopang dengan masih adanya periode dividen untuk beberapa perusahaan di sektor material dasar dan energi seperti perusahaan-perusahaan batubara.

Akan tetapi, terdapat tantangan mengadang pasar saham Indonesia pada paruh kedua 2025. Di antara tantangan adalah kondisi geopolitik yang memanas terjadi di Iran-Israel. Kemudian, beberapa data faktor ekonomi kuartal II/2025 masih terlihat lemah.

“Dengan geopolitik Iran-Israel saat ini, kekhawatiran terjadi pada ekspektasi harga minyak yang akan meningkat, harga emas yang dianggap sebagai alat investasi yang aman akan meningkat, dan peningkatan volatilitas di pasar saham ke depannya,” ujar Farash.

Selain itu, data produk domestik bruto (PDB) Indonesia kuartal II/2025 dan laporan keuangan perusahaan di indeks harga saham gabungan (IHSG) yang diekspektasikan masih akan melemah.

Akan tetapi, sejauh ini pasar saham Indonesia masih di zona merah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mencatatkan pelemahan 1,57% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 sampai perdagangan kemarin, Kamis (19/6/2025) di level 6.968,63.

Pasar saham Indonesia juga masih mencatatkan larinya dana asing. Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing mencapai Rp50,36 triliun ytd.

Di pasar obligasi, menurutnya terdapat penguatan minat investor. Terjadi kenaikan porsi kepemilikan reksadana yang mencapai 4,19% ytd menjadi Rp194,85 triliun per 12 Juni 2025.

“Ini mencerminkan meningkatnya minat investor institusi terhadap pasar obligasi, terutama di tengah kondisi yield yang masih atraktif secara relatif,” kata Farash.

Sentimen positif turut ditopang oleh tren pelonggaran moneter global, seperti penurunan suku bunga oleh bank sentral Eropa dan India serta ekspektasi bahwa The Fed akan mulai membuka ruang pemangkasan suku bunga pada paruh kedua tahun ini.

Kebijakan pelonggaran moneter mendorong terciptanya liquidity flush ke pasar keuangan global, termasuk pasar negara berkembang seperti Indonesia.

Dari sisi domestik, yield 10 tahun obligasi pemerintah saat ini berada di kisaran 6,74%, dan terdapat peluang terjadinya rally lanjutan menuju kisaran 6,4% apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga. Arus masuk dari investor asing pun diproyeksikan terus berlanjut.

Selain itu, valuasi surat utang negara (SUN) Indonesia masih kompetitif dibandingkan negara-negara peers dengan rating serupa, yang membuat pasar obligasi domestik tetap menarik hingga akhir tahun.

Di pasar obligasi, BNI AM saat ini lebih menyukai tenor pendek hingga belly curve 5 sampai 10 tahun, sejalan dengan beberapa faktor pendukung likuiditas yang memperkuat daya tarik segmen tersebut. Salah satu faktor adalah penurunan rasio giro wajib minimum (GWM) sekunder dari 5% menjadi 4% yang mulai berlaku efektif per Juni 2025.

Kebijakan penurunan GWM merupakan bagian dari langkah Bank Indonesia (BI) dalam melonggarkan likuiditas perbankan, dengan estimasi tambahan likuiditas mencapai Rp78,45 triliun.

Selain itu, jatuh tempo obligasi negara seri FR0081 dengan nilai outstanding sekitar Rp142,2 triliun, serta jatuh tempo Sekuritas Rupiah BI (SRBI) sebesar Rp134 triliun per Juni ini, turut menambah likuiditas secara keseluruhan di sistem keuangan.

“Dengan kondisi tersebut, kami melihat potensi bagi perbankan untuk melakukan re-investasi atau bond replacement, terutama pada tenor menengah,” ujar Farash.

Selain itu, terjadi tren bull steepening di pasar obligasi domestik. Kemudian, yield jangka pendek turun lebih signifikan dibanding jangka panjang yang mendukung strategi overweight di tenor pendek hingga menengah yang saat ini menawarkan yield optimal dengan risiko durasi yang relatif lebih rendah.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *