liputansaya.com
,
Jakarta
–
Kementerian Keuangan
menyebut kondisi perekonomian dunia saat ini menghadapi tantangan besar akibat lonjakan ketidakpastian, terutama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengumumkan kebijakan tarif resiprokal.
“Tingkat ketidakpastian di pasar keuangan global ketika Trump mengumumkan tarif resiprokal itu indikatornya mirip ketika kita sedang covid tahun 2020,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam acara CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.
Ia menyebut ketidakpastian masih berlanjut karena sejumlah negara belum mencapai kesepakatan dalam negosiasi dagang dengan AS. Ketegangan antara Cina dan AS menjadi titik puncak dari dinamika ini. “Ketidakpastian ini memang semakin harus di-price in oleh pasar,” lanjutnya.
Selain dampak dari kebijakan tarif, Febrio menyoroti perang Rusia-Ukraina dan konflik terbaru antara Israel dan Iran sebagai faktor yang memperbesar gejolak global. Ia mencontohkan konflik Timur Tengah telah mendorong harga minyak naik 8 persen dalam sehari. “Tetapi kenaikan 8 persen dalam satu hari harus juga diantisipasi,” ujarnya.
Ia juga mencermati pergerakan suku bunga global. Menurutnya, terjadi fenomena decoupling antara yield US 10-Year Treasury dan indeks nilai tukar dolar AS (DXY). Dalam tiga bulan terakhir, suku bunga Amerika Serikat meningkat, sementara dolar justru melemah. “Jarang sekali terjadi, artinya pasar global pun meragukan kredibilitas dari perekonomian AS saat ini,” kata Febrio. Ia memprediksi situasi ini bisa berlangsung hingga akhir tahun bahkan berlanjut ke tahun depan.
Fenomena tersebut memengaruhi minat investor global terhadap surat utang. Febrio memperkirakan negara-negara berkembang akan mengalami capital offload dalam masa ketidakpastian ini, terutama ketika decoupling terjadi. Namun, Indonesia justru mencatat arus modal masuk dari investor asing.
Ia menyebut penurunan suku bunga surat berharga negara (SBN) sejak Januari 2025 menunjukkan minat yang stabil terhadap instrumen utang domestik.
“Kami menjaga disiplin fiskal kita di tengah kondisi yang tidak pasti, kita jaga resilience kita,” tutur Febrio. Namun, ia mengingatkan pentingnya menyampaikan disiplin fiskal secara konsisten ke pasar. “Sehingga pasar juga melihat Indonesia dijaga dengan baik sisi fiskalnya,” ujarnya.


















